jatinangorekspres – Alih fungsi lahan pertanian terus terjadi di Kabupaten Majalengka semenjak Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati berdiri.
Hal ini perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Kertajati adalah wilayah yang paling gencar ‘dibidik’ alih fungsi lahan. Padahal wilayah tersebut dikenal sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Majalengka.
Dilihat dari data BPS sebelum ada bandara (2012-2014), produksi padi di Kertajati dari tahun ke tahun selalu paling tinggi di antara kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Majalengka.
Pada 2012, produksi padi di Kertajati mencapai 58.064 kuintal. Di 2013, produksi padi terus meningkat signifikan, yakni mencapai 80.106 kuintal.
Namun di 2014 atau tepatnya mulai pengerjaan fondasi dan pembersihan lahan bandara, produksi padi di Kertajati kembali menurun menjadi 75.957 kuintal.
Bahkan dari dilihat dari website Open Data Majalengka setelah Bandara Kertajati mulai beroperasi pada 2017, produksi padi kembali menyusut.
Pada 2018, produksinya hanya mencapai 72.868 kuintal. Sementara di 2019, menjadi 71.039 kuintal.
Akan tetapi produksi padi di Kertajati tak selamanya merosot, tahun selanjutnya kembali meningkat sebesar 78.492 kuintal (2020) dan 79.972 kuintal (2021). Namun peningkatan produksi padi itu hanya bertahan selama 2 tahun, di 2022 kembali turun menjadi 77.659 kuintal. Dan data terakhir pada 2023, produksi padi di Kertajati juga merosot menjadi 75.816 kuintal.
Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut 3 Ahmad Syaikhu menyoroti persoalan tersebut. Menurutnya, perlu ada aturan khusus agar luas pertanian di Majalengka tetap terjaga.